Connect with us

Remaja Dalam Bingkai Radikalisme dan Media Sosial

JOHAN SUSENO, S.I.K., M.I.K. MAHASISWA DOKTORAL ILMU KEPOLISIAN STIK-PTIK

Nasional

Remaja Dalam Bingkai Radikalisme dan Media Sosial

*JOHAN SUSENO, S.I.K., M.I.K.
MAHASISWA DOKTORAL ILMU KEPOLISIAN STIK-PTIK

Pada tahun 2015, tiga remaja perempuan Inggris pergi ke Suriah melalui Turki dengan melewati jalur darat. Dalam rekaman CCTV, siswi-siswi Akademi Bethnal Green ini tampak di stasiun bis hendak pergi ke Suriah. Shamima Begum berusia 15 tahun, Kadiza Sultana berusia 16 tahun, dan seorang lainnya yang tidak disebutkan namanya berusia 15 tahun, adalah murid sekolah Bethnal Green Academy, terbang menuju Turki dari bandara Gatwick, London.

Kepolisian Metropolitan London mendeteksi mereka melakukan komunikasi dengan salah seorang perempuan Inggris yang berada di Suriah bernama Aqsa Mahmood melalui media sosial. Aqsa meninggalkan kediamanannya di Glasgow Skotlandia, untuk bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) di Suriah pada 2013.
Sejak kemunculan ISIS pertama kali yang memanfaatkan media sosial beberapa tahun yang lalu, yaitu dengan membuat video cuplikan film Flame of War yang dikemas secara profesional bergaya film laga Hollywood sangat menarik perhatian anak-anak muda. Aksi ini juga diikuti oleh sejumlah orang Indonesia yang mengaku berada dibawah kekuasaan ISIS, Irak dan Suriah dengan memanfaatkan media sosial untuk mengajak masyarakat untuk ikut ‘berjihad’ bersama ISIS di Negara tersebut.

Masifnya penggunaan media sosial memungkinkan media sosial menjadi salah satu pembentuk peradaban dan cara berkebudayaan. Media sosial secara fundamental merubah cara kita berpikir, pola interaksi dan relasi sosial melalui cara-cara berkebudayaan baru, seperti mediasi komunikasi, texting culture, emoticon, teleconference, digital learning, Islamic lectures, sampai dengan relasi sosial virtual yang berdampak positif maupun negatif.

Literasi Informasi Terhadap Perilaku

Cyberpsychology merupakan cabang ilmu psikologi yang menguji tentang interaksi manusia satu dengan lainnya dengan menggunakan teknologi, bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh teknologi, bagaimana teknologi dapat dikembangkan untuk meningkatkan keselarasannya dengan kebutuhan manusia, dan bagaimana kondisi psikologis manusia dapat dipengaruhi oleh berbagai teknologi. Terdapat 3 aspek dalam Cyberpsychology antara lain mengakses tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan menggunakan teknologi, bagaimana manusia mengembangkan teknologi agar dapat lebih selaras dengan kebutuhan dan keinginan manusia, dan bagaimana perilaku dan kondisi psikologis manusia dapat dipengaruhi oleh teknologi.

Literasi Informasi dapat diartikan sebagai sekumpulan kemampuan yang dibutuhkan individu untuk mengenali informasi apa yang dibutuhkan serta kemampuan untuk mendapatkannya, mengevaluasinya dan menggunakannya secara efektif. Terdapat 4 model pemahaman literasi informasi yaitu data (statistik dan fakta mentah yang kita terima), informasi (terdiri dari hal-hal dasar fakta dengan konteks dan perspektif), Pengetahuan (informasi yang memberikan panduan untuk bertindak) dan Kebijaksanaan (pemahaman dimana pengetahuan digunakan untuk mencapi tujuan).

Oleh karena itu, literasi informasi media sosial sangat dibutuhkan oleh seluruh khalayak atau pengguna media sosial untuk mengenali, menganalisa dan mengidentifikasi informasi yang akan kita diterima sesuai dengan fakta dan data yang dapat dicari melalui berbagai macam sumber dengan harapan kita mendapat berbagai pemahaman dari beberapa perspektif atau sudut pandang sehingga kita tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan informasi dan konten-konten yang bersifat negatif atau menghasut yang belum diverifikasi kebenarannya serta kita dapat menentukan pilihan yang ingin dilakukan secara kritis dan selektif.

Radikalisme Propaganda dan Media Sosial

Radikalisme dan media sosial adalah dua hal yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Radikalisme adalah paham atau sikap yang menginginkan perubahan secara drastis dan radikal terhadap suatu sistem atau tatanan yang ada, tanpa mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan demokrasi. Propaganda adalah usaha untuk mempengaruhi opini, sikap, atau perilaku orang lain dengan menggunakan berbagai macam media, pesan, atau simbol. Sedangkan Media Sosial adalah suatu sarana komunikasi dan informasi yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi, berbagi, dan menciptakan konten melalui jejaring internet.

Dengan kemudahan, kecepatan dan efektivitas dalam menyampaikan konten-konten ataupun pesan-pesan yang bermuatan radikal menjadi salah satu kelebihan dari media sosial sehingga media sosial memiliki peran penting dalam penyebaran radikalisme. Media sosial juga menjadi ruang untuk membangun narasi dan propaganda radikalisme, dengan memanfaatkan konten-konten yang bersifat emosional, provokatif, dan manipulatif. Selain itu, media sosial juga menjadi sarana untuk merekrut anggota, menggalang dana, dan mengkoordinasikan aksi-aksi radikal.

Dampak Bagi Remaja Indonesia

Di era revolusi 4.0. atau era digital saat ini penuh dengan perubahan yang sangat cepat jika dilihat dari sisi perkembangan teknologi, terutama teknologi dibidang informasi. Segala aspek perkembangan teknologi dibidang informasi bahkan mampu menggiring perkembangan masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.

Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Salah satu bentuk kemajuan teknologi di bidang informasi adalah media sosial yang saat ini memegang peranan penting mulai dari mengirim pesan, berbagi informasi, hingga mencari informasi telah menjadi salah satu kebutuhan penting masyarakat setiap hari khususnya youtube, instagram, facebook, whatsapp dan telegram.

Remaja merupakan pengguna media sosial yang aktif dan intensif, sehingga mereka lebih terbuka terhadap berbagai macam informasi yang ada di internet. Remaja juga sering mencari jati diri dan makna hidup melalui media sosial, sehingga mereka mudah tergoda oleh janji-janji palsu yang ditawarkan oleh kelompok-kelompok radikal. Sehingga remaja termasuk salah satu kelompok yang rentan terpapar radikalisme melalui media sosial kerena remaja memiliki karakteristik yang mudah terpengaruh, semangat tinggi, emosional, dan kurang kritis dalam menerima informasi.

Remaja yang terpapar paham radikalisme melalui media sosial dapat mengalami perubahan perilaku dan pandangan hidup yang ekstrim seperti lebih mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan kekerasan dikarenakan intoleran terhadap perbedaan pendapat, serta mengalami gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam melakukan pengawasan dan penindakan untuk mencegah penyebaran radikalisme melalui media sosial seperti men-takedown atau pemblokiran terhadap akun-akun yang diduga bermuatan radikalisme dan melakukan penindakan terhadap individu atau kelompok yang terbukti menyebarkan paham radikkalisme melalui media sosial.

Namun, upaya terpenting bagi remaja untuk membentengi diri dari bahaya radikalisme adalah dengan meningkatkan literasi informasi terhadap konten maupun pesan yang ada di media sosial sehingga tidak mudah terprovokasi yang berakibat pada intoleransi dan radikal.(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

More in Nasional

Trending

Terkini

LinggauKlik

To Top